Sabtu, 27 September 2014

Nikah Beda Agama = Zina Seumur Hidup


Topik tentang pernikahan beda agama di Indonesia saat ini kembali mencuat. Hal ini terjadi setelah adanya gugatan UU Pernikahan yang menuntut kepastian nasib pasangan beda agama yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi bersama empat temannya yang juga alumni FH UI yaitu Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Dia menafsirkan dari pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang berisi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu,” telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pasangan yang akan menikah beda agama di Indonesia (Metrotvnews.com, 6/9/2014). Padahal, pasal tersebut bermakna bahwa negara kita tidak mewadahi dan tidak mengakui perkawinan beda agama (meskipun pengantin laki-laki beragama Islam).

Islam tegas memandang masalah ini. Seorang wanita Muslim haram menikah dengan laki-laki non Muslim. Begitu pun sebaliknya, laki-laki Muslim juga tidak dibolehkan menikah dengan wanita musyrik (seperti Hindu, Budah, Konghucu dan lainnya). Dasar hukumnya tercantum di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 221 disebutkan: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka. sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Jika seorang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non Muslim, status pernikahannya tidak sah dan dipandang sebuagai zina seumur hidup karena gerbang awalnya (baca : aqad pernikahan) sudah jelas tidak sah. Hal buruk lain yang mengikuti pernikahan beda agama adalah rusaknya nasab (garis keturunan) sang anak dengan orangtuanya. Jika ibunya Muslim sedangkan ayahnya non Muslim maka terputuslah hak perwalian dan hak waris dari ayah tersebut kepada anaknya. Ini adalah hal yang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan. Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagal tujuan utama dilaksanakannya pernikahan. Bukankah kita tidak menginginkan umat Muslim ini mengalami lost generation karena garis nasab yang berantakan? Relakah generasi penerus kita akan melakukan zina seumur hidupnya? Na’udzubillahi mindzalika.
Emma Lucya Fitrianty
Jl. Imam Bonjol 263 RT.04 RW.02 Desa Sukorejo Kec. Gurah Kab. Kediri Prov. Jawa Timur